ENCIKEFFENDYNEWS.com

Bangun kembali ekonomi umat dengan menyalurkan zakat fitrah lebih awal, bantu saudara prasejahtera penuhi pangan mereka!“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas umat muslim; baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau saw memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk shalat.” (HR Bukhari- Muslim)

Setelah Ramadhan, lalu apa?

Sahabat, selain untuk mensucikan diri setelah menunaikan ibadah di bulan suci Ramadhan, saatnya kita sempurnakan iman dengan menunaikan zakat fitrah. Hal ini sebagai bentuk kepedulian, membagi rasa bahagia dan kemenangan saat Idhul Fitri terhadap saudara Muslim Prasejahtera.

Qadarullah, Ramadhan tahun ini pun masih diuji dengan pandemi yang belum usai. Sehingga sangat berpengaruh pada kondisi ekonomi masyarakat Indonesia yang semakin sulit setiap harinya. Beras sebagai bahan pangan pokok sangat dibutuhkan saudara-saudara Muslim Prasejahtera. Oleh karena itu, tahun ini zakat fitrah kita di awal bulan akan jadi penyelamat bagi saudara sebangsa.


Selain itu, zakat fitrah wajib ditunaikan bagi setiap jiwa, dengan syarat beragama Islam, hidup pada saat bulan Ramadhan, dan memiliki kelebihan rejeki atau kebutuhan pokok untuk malam dan Idul Fitri. Besarannya adalah beras atau makanan pokok seberat 2,5 kg atau 3,5 liter per jiwa.

Syekh Yusuf Qaradawi membolehkan zakat fitrah ditunaikan dalam bentuk uang yang setara dengan 1 sha’ gandum, kurma atau beras. Nominal zakat fitrah yang ditunaikan dalam bentuk uang, menyesuaikan dengan harga beras yang dikonsumsi.

Yuk,  dengan menunaikan zakat fitrah selain menyucikan harta kita juga berikhtiar untuk membangun kembali ekonomi umat. Berikan bekal pangan saudara prasejahtera kita biar bersama kita Bahagia menikmati suasana hari raya, semoga !

ENCIKEFFENDYNEWS.com

Lailatul Qadr itu artinya adalah malam kemuliaan, karena pada malam itu diturunkan al-Qur’an, wahyu Allah yang berisikan petunjuk dan pedoman untuk keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia dunia dan akhirat. Lailatul Qadr itu sendiri berdasarkan nash yang qath’i terjadi dalam bulan Ramadhan sebagaimana tersirat dari firman Allah SWT: “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS.Al-Baqarah: 185)

Hanya saja pada malam ke berapa terjadinya, Ibnu Hajar al-Asqallani dalam kitab Fathul Bari menyalinkan tidak kurang dari 45 qaul tentang malam kejadiannya, sejak dari yang meriwayatkan terjadinya pada malam pertama Ramadhan sampai yang meriwayatkan terjadinya pada malam ke 29 atau ke 30 nya. Rasulullah saw sendiri dalam hadits Bukhari yang dirawikan oleh Abu Said al-Khudri, menyatakan lupa tentang malam ke berapa yang tepat. Oleh sebab itu dianjurkannya supaya setiap malam bulan Ramadhan itu diramaikan dan diisi penuh dengan ibadah.

Namun dari semua itu riwayat yang kuat adalah, Lailatul qadr itu ialah malam ke sepuluh yang akhir dari Ramadhan, karena sejak malam ke 21 Rasulullah saw lebih mempergiat ibadahnya dari malam-malam sebelumnya, sampai disebutkan bahwa beliau mengencangkan ikat pinggangnya dan membangunkan keluarganya.

Satu riwayat dari as-Suyuti yang dikuatkan oleh Syaikh Khudari guru besar Fuad University di tahun 1922, bahwa jatunya Lailatul Qadr itu pada malam 17 Ramadhan. Mereka mengistimbathkan hal ini dari firman Allah SWT “…dan apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua pasukan….”. (QS.Al-Anfaal: 41).

Furqaan Ialah: pemisah antara yang hak dan yang batil. yang dimaksud dengan hari Al Furqaan ialah hari jelasnya kemenangan orang Islam dan kekalahan orang kafir, Yaitu hari bertemunya dua pasukan di peprangan Badar, pada hari Jum’at 17 Ramadhan tahun ke 2 Hijriah. sebagian mufassirin berpendapat bahwa ayat ini mengisyaratkan kepada hari permulaan turunnya Al Quranul Kariem pada malam 17 Ramadhan.

Perbedaan pendapat para ulama ini berdasarkan ijtihad mereka masing-masing, jadi bukan suatu nash qath’i yang harus dipegang teguh, sebab Rasulullah saw sendiri menganjurkan untuk mempergiat ibadah itu pada 10 yang akhir dari Ramadhan, dan bukan pada malam 17 Ramadhan.

Bahkan menurut pendapat al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari, bahwa sebagian ulama berpendapat bahwa malam lailatul Qadr itu sebenarnya hanya satu kali saja, yaitu  ketika ayat al-Qur’an pertama kali diturunkan. Adapun Lailatul Qadr yang kita peringati  dengan memperbanyak amal pada malam-malam tersebut adalah untuk memperkuat ingatan kita kepada turunnya al-Qur’an, karena sudah jelas terjadinya dalam bulan Ramadhan.

Justru kita hidupkan malam-malam Ramadhan itu dengan mempergiat ibadah adalah untuk mengambil barokah serta memperbanyak syukur kepada Allah SWT yang telah menurunkan al-Qur’an sebagai pedoman dan pegangan hidup manusia agar selamat dunia dan akhirat.

ENCIKEFFENDYNEWS.com

Rasulullah SAW menegaskan, “Bulan Ramadhan adalah bulan memberikan pertolongan” (HR Ibnu Khuzaimah). Ramadhan secara etimologis artinya panas terik. Dan bulan Ramadhan, demikian orang Arab menamakan, adalah bulan yang musim gurun pasir sedang panas teriknya. Pada bulan ini, Allah SWT mewajibkan orang-orang mukmin berpuasa agar menjadi orang yang bertakwa.

Pada bulan ini kaum Muslimin secara riil merasakan apa yang biasa dialami oleh kaum dhuafa, yakni lapar dan haus. Bedanya, kaum fakir miskin biasa kelaparan karena memang tidak ada yang dimakan dan diminum. Tetapi, kita sengaja berlapar-lapar (sekalipun memiliki makanan yang cukup) karena menjalankan perintah dan syariat Allah SWT demi menggapai pahala dan ridha-Nya.

Dalam dimensi sosial, kita dilatih untuk memiliki jiwa solidaritas dan kepedulian sosial, khususnya kepada kaum dhuafa. Pernah seorang ulama salaf ditanya, mengapa disyariatkan puasa? Dia menjawab, “Supaya orang kaya bisa merasakan bagaimana rasanya lapar, agar tidak melupakan orang yang lapar.”

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah beriman kepadaku (diulang tiga kali), orang yang tidur kekenyangan di malam hari, padahal tetangganya dalam keadaan lapar sementara dia tahu keadaan itu.”

Ini adalah bulan solidaritas kaum Muslimin terhadap kaum dhuafa. Di samping merasakan lapar dan haus yang sama, kita juga disunahkan memberi makan orang yang berpuasa, khususnya fakir miskin.