ENCIKEFFENDYNEWS.COM
Pada zaman ini Lingga mencapai zaman keemasan, sedangkan Almarhum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah II adalah anak dari Sultan Abdul Rahman Syah. Beliau diangkat menjadi Sultan tidak disetujui oleh Indra Giri Reteh selama 25 hari dan terkenalah dengan nama pemberontakan Mauhasan. Namun Reteh tunduk kembali dengan Lingga. Sultan ini sangat memperhatikan kehidupan rakyatnya antara lain :
- Mengajukan dan menukarkan sawah padi dengan sagu (Rumbia) yang di datangkan dari Borneo Serawak dan membuka industri sagu tahun 1890.
- Membuka penambangan timah di Singkep dan Kolong-kolong Sultan dengan Mandor yang terkenal npada zaman itu La Abok dan kulinya orang-orang Cina Kek yang menurut ceritanya nama inilah nama Dabo Singkep.
Baginda mangkat pada tanggal 28 Fenruari 1814 dan dimakamkan di Bukit Cengkeh dengan gelar Marhum Keraton yang di dalam kubah. Setelah itu Sultan Muhammad Muazam Syah (1832-1841) Sultan ini sangat gemar dengan seni ukir/Arsitektur, beliau mengambil tukang dari Semarang untuk membangun istana yang disebut Keraton atau Kedaton.
Pada zaman ini seni ukir, tenun, kerajinan, Mas dan perak sudah ada. Pusat kerajinan tenun di Kampung Mentuk, kerajinan Tembaga di kampong Tembaga. Pada zaman beliau juga Bilik 44 dibangun, namun belum sempat di bangun, namun belum sempat siap bertepatan beliau mankat dan pengantinya tidak melanjutkan pembangunan gedung tersebut.
Sultan Abdul Rahman Syah 1812-1832 adalah putra Sultan Mahmud Riayat Syah III beliau terkenal sangat alim dan giat menyebarkan agama islam serta mengemari pakaian Arab. Pada masa pemerintahan beliau, saudaranya Tengku Husin dengan bantuan Inggris dilantik menjadi raja dengan gelar Sultan Husin Syah. Maka pecahlah kerajaan besar Melayu atau emporium Melayu Johor-Riau-Lingga menjadi 2 bagian. Istana Sultan Abdul Rahman Syah terletak di Kampung Pangkalan Kenanga sebelah kanan mudik sungai Daik.
Beliau mangkat malam senin 12 Rabiul awal 1243 Hijriahn (19 Agustus 1832) di Daik, dimakamkan di Bukit Cengkeh bergelar Marhum Bukit Cengkeh. Pada zaman beliau, Mesjid Jamik didirikan atau Mesjid Sultan Lingga, benteng-benteng pertahanan di Mepar, Bukit Cening, Kota Parit (Dibelakang Kantor Bupati Lama) serta Benteng Kuala Daik, Meriam pecah Piring dan Padam Pelita terdapat di mes Pemkab Lingga. Pada zaman beliau memerintah, beliau sering berperang melawan penjajahan Belanda bersama dengan Yang Dipertuan Muda Riau diantarnya Raja Haji Fisabilillah atau bergelar Marhum Ketapang. Beliau mangkat 18 Zulhijah 1226 Hijriah (12 Januari 1912) di Daik di belakang Mesjid dengan Bergelar Marhum Masjid.
Sultan Mahmud Riayat Syah adalah Sultan yang pertama kali di Daik Lingga. Beliau adalah Sultan Johor-Pahang-Riau-Lingga XVI yang memindahkan pusat kerajaan Melayu ke Bintan Hulu Riau ke Daik tahun 1787, dengan istrinya Raja Hamidah (Engku Putri) yang merupakan pemegang Regelia kerajaan Melayu-Riau-Lingga. Pulau penyengat Indra Sakti adalah mas kawinnya dan pulau penyegat tersebut menjadi tempat kedudukan Raja Muda bergelar Yang Dipertuan Muda Lingga yaitu dari darah keturunan Raja Melayu dan Bugis. Pada hari senin pukul 07.20 Wib tahun 1899 beliau mangkat dan dimakamkan di Makam Merah dengan Bergelar Marhum Damnah.
Dan kini Lingga menjadi sebuah kabupaten dengan luas daerah 2.267 km2 dengan penduduk 98.633 jiwa (thn 2020) dengan 13 Kecamatan 7 kelurahan, 82 desa. Berbenah diri dalam menuju dinamika tuntutan hari ini.