ENCIKEFFENDYNEWS.com |
“Kalau bicara tuh hati-hati. Lidah nggak ada tulangnya, tapi hati ada darahnya.” Kalimat ini terus menerus teringat nasihat seorang guru selagi masih di sekolah menengah atas. Beliau memberikan nasihat itu untuk pembekalan para pengurus kerohanian Islam sekolah kami.
Tutur kata itu, lanjutnya, harusnya keluar dari hati. Hati tak pernah berdusta, hanyalah kebenaran yang dihasilkannya, hati itu lembut, apa pun yang berasal darinya tak mungkin melukai, hati itu indah sehingga apapun yang keluar darinya senantiasa indah. Kalimat dan sentuhan yang berasal dari hati akan langsung sampai dan mengena ke hati yang mendengarnya. Lidah dan telinga hanyalah perantara, sedang muaranya adalah hati.
Hati itu ada darahnya. Lidah itu bagaikan sebilah pedang yang teramat mudah melukai perasaan orang lain. Anda mungkin masih merasakan sakit hati ketika direndahkan atau dihina oleh seseorang, meski kejadiannya sudah berpuluh tahun yang lalu namun Anda bisa merasainya seolah itu baru saja terjadi sedetik yang lalu. Anda mungkin sudah memaafkannya, namun ketika Anda bertemu lagi dengannya Anda pasti diingatkan dengan semua kalimat pedas dan merendahkan yang pernah dialamatkannya kepada Anda.
Saya pernah merasakan bagaimana terpuruknya setelah direndahkan orang lain dan merasa tak berharga setiap kali mengingatnya. Maka saya berupaya sekuat hati dan pikiran ini untuk tak mengeluarkan kalimat- kalimat pedas, keras, kotor, hina, merendahkan dan melecehkan karena orang lain yang mendengarnya akan terus menerus merekamnya dalam hati. Dan karenanya pula ia akan terus menerus mengingat wajah saya, bahkan membenci saya. Jikalah saya merasa rendah diri ketika dihina, sakit hati ketika dicemooh, tentulah orang lain pun demikian.
Sebaliknya, saya pun pernah merasai kesejukan dari kalimat-kalimat indah dan lembut dari banyak sahabat, guru, orang tua, bahkan orang-orang yang tak pernah saya kenal sebelumnya. Sungguh, kesejukan itu masih bisa saya rasakan pada detik ini dan saya senantiasa amat merindui perjumpaan dengan mereka. Rindu nasihat dan kata-kata bijaknya, juga senyum indah yang menyertai kalimat lembutnya. Andai semua manusia di muka bumi ini memiliki kerinduan yang sama dengan saya…
Saya tahu ini tak semudah yang saya pikirkan untuk menjaganya, karena hati kita tak selamanya berada dalam kondisi terbaik. Amatlah bersyukur saya jika hari ini saja, hari ini saja, saya bisa menjaga hati dan lidah saya. Semoga ! (EA)*
