ENCIKEFFENDYNEWS.com

Secara etimologi, mujadalah berarti berdebat, berdiskusi, atau berbantah-bantahan. Di dalam Alquran kurang lebih terdapat 30 ayat yang menerangkan masalah mujadalah ini. Kadangkala dikaitkan dengan masalah akidah dan keyakinan, seperti terdapat pada surat Al-A’raf ayat 71, ”…. Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku tentang nama-nama (berhala) yang kamu dan nenek moyangmu menamakannya, padahal Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu?”
Ayat tersebut memberikan gambaran seringnya orang-orang berbantah-bantahan mempertahankan tradisi, adat, dan kebiasaan yang telah dikerjakan secara turun-temurun, padahal tidak ada alasan apa pun yang membenarkan perilaku tersebut.
Kadangkala dikaitkan pula dengan watak dan karakter manusia yang selalu ingin berdebat dan mendebat sesuatu, seperti tercantum dalam surat Al-Kahfi ayat 54, ”…. Dan manusia adalah makhluk yang paling banyak membantah.” Karena terkait dengan watak dasar manusia, maka Alquran tidak melarang secara mutlak berdebat, berdiskusi, dan bahkan berbantah-bantahan, asal dilakukan dengan cara yang sportif, elegan, dan lebih baik, serta bertujuan mencari kebenaran, bukan untuk mencari kelemahan-kelemahan yang sifatnya personal dari lawan berdebat.
Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 125, ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik.” Bahkan, ketika berdebat dengan orang atau kelompok orang yang berbeda akidah dan keyakinan pun, kaum Muslimin diperintahkan berdebat dengan cara yang lebih baik. Perhatikan firman Allah SWT dalam surat Al-Ankabut ayat 46, ”Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka.”
Perintah berdebat dengan cara yang terbaik ini agar substansi masalahnya dapat dipecahkan dan dicarikan solusi yang terbaik pula. Tetapi, jika perdebatan dilakukan dengan cara-cara yang tidak elegan, dengan penuh emosi, dan dengan ucapan-ucapan yang kotor yang menyinggung perasaan, biasanya substansinya hilang dan yang terjadi adalah saling mencemooh dan saling menjatuhkan.
Kasus dengar pendapat antaranggota DPR yang terhormat dengan Jaksa Agung beberapa waktu yang lalu yang dihiasi dengan perdebatan-perdebatan yang emosional dan mungkin dengan cara yang dianggap kurang baik, ternyata bisa mengaburkan substansi masalahnya. Yaitu, penuntasan pemberantasan korupsi, sebab yang muncul ke publik sekarang adalah perilaku Jaksa Agung dan perilaku anggota DPR-nya dalam sidang tersebut, bukan kesungguhan dalam memberantas korupsi yang semakin merajalela di negara kita.
Mudah-mudahan semua pihak akan mengambil pelajaran dari kasus tersebut dan berusaha menampilkan cara yang terbaik dalam setiap diskusi dan perdebatan. Wallahu a’lam bis-shawab.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post Navigation