ENCIKEFFENDYNEWS.com
Setiap tahun kaum Muslimin menyambut datangnya Hari Raya Idul Adha dengan memperbanyak bacaan takbir, tahmid, tasbih, dan tahlil. Mereka yang mampu juga menyembelih hewan kurban, disertai dengan merenungi diri masing-masing (muhasabah bin nafsih), sudah sejauh mana kita konsekuen dan konsisten dalam pelaksanaan syariat Islam.
Semangat berkurban yang menjadi inti dari Hari Raya Idul Adha menjadi tolok ukur dan gambaran tentang seberapa besar kesediaan kita untuk mengorbankan apa yang kita miliki demi kecintaan kita kepada Allah. Keteladanan Nabi Ibrahim menyembelih Islmail patut kita jadikan bahan renungan. Sepasang ayah dan anak yang saling mencintai rela berpisah dan melepas kecintaannya demi memenuhi perintah Allah Swt. Ibrahim adalah cermin seorang ayah yang sangat mencintai anaknya Ismail. Lebih-lebih Ismail terlahir setelah berdoa bertahun-tahun tiada henti kepada Allah, maka sejak kecil Ismail dirawat, pelihara, dan dididik dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi kecintaannya tidak menjadikan sesuatu yang dicintainya sebagai andada (tandingan) akan kecintaannya kepada Allah. “Dan, diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah:165).
Sementara Ismail adalah produk dan tempaan pendidikan yang penuh cahaya Islam dari orang tuanya. Sehingga manakala Allah memerintahkan kepada ayahandanya untuk menyembelih dirinya dan melihat sedikit keraguan dalam diri ayahnya, Ibrahim, Ismail berseru sebagai mana kisah dalam Al-qur’an:”Wahai ayahandaku, kerjakanlah apa yang telah diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffaat:102).
Menyimak hikmah yang terkandung di balik riwayat Nabi Ibrahim dan Ismail, tentunya kurban yang sebagaimana dimaksudkan tidak hanya sebatas aktivitas rutin memotong hewan ternak, sapi, atau domba. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul apabila Rasul menyeru kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu (maksudnya, berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang dapat membinasakan musuh serta menghidupkan Islam dan kaum Muslimin. juga berarti menyeru kepada iman, jihad, dan segala yang ada hubungannnya dengan kebahagiaan di dunia dan akhirat)…”(QS. Al-Anfaal:24).
