ENCIKEFFENDYNEWS.com

ٱقۡرَأۡ بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ مِنۡ عَلَقٍ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ عَلَّمَ ٱلۡإِنسَٰنَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡ 

‘Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (tulis baca), Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS.Al-‘Alaq: 1-5)

Mengapa Iqra’ yang menjadi perintah pertama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw, padahal beliau tidak pandai membaca dan menulis? Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti “menghimpun”, sehingga tidak selalu harus diartikan dengan membaca teks tertulis dengan aksra tertentu. Dari kata “menghimpun” lahir aneka ragam makna, seperti menyampaikan, menela’ah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca, baik itu teks yang tertulis ataupun  yang tidak tertulis.

Iqra’ berarti “bacalah”. Tetapi apa yang harus dibaca? “Maa aqra’?” tanya Nabi saw. – dalam satu riwayat – setelah beliau kepayahan dirangkul dan diperintahkan membaca oleh Malaikat Jibrial as. Pertanyaan itu tidak dijawab, karena Allah SWT menghendaki agar beliau dan umatnya membaca apa saja, selama bacaan itu “Bismi Rabbika” dalam arti yang bermanfa’at untuk kemanusiaan.

Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, baca sejarah manusia dan diri sendiri baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Alhasil obyek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya. Demikian terpadu dalam perintah ini, yang mencakup segala macam cara yang mungkin dapat ditempuh oleh manusia untuk meningkatkan kemampuannya.

Pengulangan perintah membaca yang menurut riwayat sampai tiga kali berturut-turut dalam wahyu pertama tersebut bukanlah sekedar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak akan diperoleh kecuali dengan mengulang-ulangi membacanya, tetapi juga mengisyaratkan bahwa dengan mengulang-ulang membacanya akan menghasilkan pengetahuan, pemahaman dan wawasan baru, walaupun yang dibaca itu-itu juga.

Mengulang-ulang membaca ayat-ayat al-Qur’an akan memperluas pemahaman, menimbulkan penafsiran baru, mengembangkan gagasan, dan akan menambah kesucian jiwa serta ketenteraman batin. Demikian juga dengan berulang-ulang “membaca” alam raya, akan membuka tabir berbagai rahasia alam, memperluas wawasan, serta menemukan berbagai penemuan yang berguna untuk mensejahterakan manusia.

Ayat-ayat al-Qur’an yang kita baca dewasa ini tidak berbeda sedikitpun dengan ayat-ayat al-Qur’an yang dibaca oleh Rasulullah saw dan generasi terdahulu, demikian juga alam semesta raya ini. Namun demikian, pemahaman, wawasannya, penemuan rahasianya dan sebagainya terus berkembang. Dan itulah pesan yang terkandung dalam “Iqra’ wa Rabbukal akrom”, “bacalah dan Tuhanmulah yang paling pemurah”. Dan atas kemurahan Allah SWT, semakin terbukalah wawasan dan rahasia  isi dari al-Qur’an dan alam semesta untuk tercapainya keselamatan dan kesejahteraan umat manusia.

Sungguh, perintah membaca merupakan perintah yang sangat penting dan berharga untuk perkembangan dan kemajuan manusia itu sendiri. Justru itu setiap umat wajib wajib dapat membaca al-Qur’an dengan baik dan benar. Sungguh tidak pantas sama sekali jika kitab yang menjadi pegangan dan pedoman hidup umat islam itu, justru ada umatnya yang tidak tahu membacanya. Oleh karena itu, bagi yang masih belum bisa membacanya, maka Ramadhan ini dapat dijadikan momentum untuk mempelajari dan mengkaji al-Qur’an tersebut.